ISRO' MI'ROJ NABI MUHAMMAD SAW 1443 H

Isra’ Mi’raj atau yang sering disebut dengan Al-Isra wal Mi’raj merupakan peristiwa yang melekat dengan kerisalahan Nabi Akhiruzzaman (akhir zaman) Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam perjalanan sejarahnya.
Isra’ dan Mi’raj diabadikan di dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra’ ayat 1 sebagaimana Allah berfirman yang artinya,
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang Allah telah memberkahi sekelilingnya supaya Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kekuasaan-Nya, Allah sungguh Maha Mendegar dan Maha Melihat”.
Peringatan Isra’ Mi’raj yang jatuh pada tanggal 27 Rajab 1443 Hijriyah atau lebih tepatnya pada tanggal 18 Februari 2023 pastinya menjadi momentum sekaligus pengingat bagi kita sebagai kaum muslim, untuk kembali melakukan introspeksi.
Fenomena pandemi Covid-19 yang telah melanda dunia hampir 2 tahun, memberikan isyarat penting tentang bersatunya ilmu pengetahuan dengan ilmu agama. Dua ilmu tersebut secara bersama-sama melawan Covid-19.
Tehnologi dan sains telah menghasilkan temuan serta analisis ilmiah mengenai anatomi Covid-19, termasuk penemuan vaksin terhadap virus, sedangkan agama, melalui ajaran yang dipahaminya memandu umatnya untuk melawan Covid-19 ini.
Dalam konteks Islam, instrumen religius yang dimiliki, seperti shalat, menjadi medium untuk mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Aktivitas rohani yang berdimensi vertikal (ibadah) ini menjadikan batin seseorang dalam kondisi tenang dan nyaman. Hal ini pula sejalan dengan keterangan para ilmuwan kesehatan yang menyebutkan ketenangan jiwa menjadi pendorong lahirnya imunitas di dalam tubuh.
Aktivitas shalat dan ibadah lainnya, seperti dzikir kepada Allah dalam situasi Covid-19, menjadi salah satu instrumen untuk menguatkan bangunan keimanan kepada Allah. Keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini atas kehendak Allah, sebagaimana dalam firman Allah “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 165), menjadikan diri manusia lebih pasrah, ikhlas, dan senantiasa optimistis berikhtiar secara lahir dan batin.
Di bagian yang lain, sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia, sikap terbuka kalangan agamawan terhadap wabah ini menunjukkan sikap yang dewasa dan bijak. Kebijakan beribadah di rumah pada saat awal pandemi, termasuk menjaga jarak shaf dalam shalat, merupakan sikap akomodasi yang realistik kalangan agamawan atas kondisi yang terjadi saat ini.
Di titik ini,dapat dimaknai bahwa teknologi, sains dan agama telah berkolaborasi dalam melawan Covid-19 ini menjadikan harmonis, seiring dan seirama.
Karena pada hakikatnya, teknologi, sains dan agama saling mendukung. Tehnologi, sains bertugas melakukan inovasi untuk kepentingan khalayak sementara agama menjadi pemandu etik dan moral agar tehnologi dan sains tetap dalam bingkai kemanusiaan, kemaslahatan, dan keberlanjutan alam semesta.
Dalam konteks Indonesia, dukungan penuh kalangan agamawan dalam melakukan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 secara proaktif telah dilakukan. Sejumlah pendapat hukum, seperti Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), memberi dukungan penuh dalam kerja besar pencegahan penyebaran Covid-19 ini.
Peringatan Isra Miraj yang dilakukan pada masa pandemi ini menjadi momentum penguatan kesalihan individu dengan memperbaiki kualitas shalat. Shalat hendaknya dilaksanakan dengan baik, khusyu', thuma’ninah, dan diniatkan sebagai perwujudan kepasrahan diri seorang hamba kepada Allah. Upaya ini semata-mata untuk menjadikan shalat kita lebih berkualitas.
Momentum peringatan Isra Miraj ini juga relevan untuk meningkatkan kesalihan sosial di situasi pandemi ini. Penegakan protokol kesehatan secara konsisten menjadi bagian dari kesalihan sosial yang dibutuhkan saat ini. Di bagian lain, penguatan solidaritas kepada sesama di situasi ekonomi yang melambat ini juga merupakan bagian dari penguatan kesalihan sosial. (Diambil dari berbagai sumber-iin-program)
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin